Apabila ada pejabat dari suatu instansi pusat berkunjung ke daerah, maka pejabat dan pegawai yang berada di instansi daerah yang secara hirarki oraganisasi merupakan subordinasi dari instansi pusat akan menyambut dan melayaninya. Hal tersebut merupakan suatu yang wajar dan normatif, yang merupakan bentuk respek bawahan terhadap atasan. Sayangnya, pada masa lalu bahkan mungkin pada saat sekarang ini pada tataran pelaksanaan masih sering terjadi pelayanan yang diberikan berlebihan, sehingga menjadi tidak wajar.
Kalau boleh berkata jujur terjadi fenomena, disadari atau tidak disadari, sering pelayanan yang diberikan cenderung bersifat feodalistik, menempatkan pejabat seolah-olah menjadi “raja”, sehingga pelayanan yang dilakukan cenderung berlebihan, segala sesuatu yang dianggap sebagai kebutuhan pejabat tersebut, diminta atau tidak diminta, akan di persiapkan, bahkan terkesan sebagai “upeti” dengan harapan agar hati pejabat pusat tersebut menjadi senang. Bentuknya bisa bermacam-macam mulai menyediakan akomodasi, transportasi, konsumsi, dan oleh-oleh untuk dibawa pulang ke pusat di mana semua biayanya ditanggung oleh orang daerah. Hal ini kelihatannya sudah menjadi budaya. Orang daerah khawatir apabila tidak melayani “sebaik mungkin” akan dianggap tidak loyal, bahkan muncul kekhawatiran akan karir pekerjaannya , khawatir akan terpental dari kursi empuk yang sedang didudukinya.
Budaya respek terhadap atasan adalah baik sepanjang sesuai dengan prosedur atau norma yang berlaku. Budaya berlebihan itulah yang kurang bahkan tidak baik, dan harus dikikis. Ketua KPK, Antasari Ashara menyatakan kepada Saur Hutabarat pada acara Save Our Nation di MetroTV tanggal 2 Pebruari 2009 bahwa Secara adiministratif, setiap pegawai/pejabat pusat yang datang ke daerah selalu dilengkapi dengan fasilitas berupa biaya yang meliputi biaya transportasi, akomodasi, dan konsumsi serta biaya operasional lainnya sesuai dengan kebutuhan, tempat yang dituju, lamanya waktu berkunjung, dan lainnya. Sehingga orang daerah tidak perlu lagi menanggung biaya-biaya tersebut, karena apabila hal tersebut dilakukan, maka terjadi double anggaran pada satu kegiatan, sehingga terjadi kelebihan anggaran dan dapat dipertanyakan dan dapat diduga kemana larinya dana lebih tersebut…..Oleh karena itu, menurut Antasari bahwa perilaku tersebut merupakan bentuk KKN, penyalahgunaan anggaran negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar