Minggu, Juni 28, 2009

KOMPETENSI

Kompetensi merupakan salah satu syarat untuk dapat melaksanakan tugas dengan baik. Seseorang yang memiliki kompetensi yang memadai akan memiliki rasa percaya diri, dan biasanya mampu memotivasi dirinya untuk melaksanakan dan menyelesaikan tugas-tugas yang diembannya dengan baik. Pertanyaannya, apakah kompetensi itu?

Menurut Susanto (2003) definisi tentang kompetensi yang sering dipakai adalah karakteristik-karakteristk yang mendasari individu untuk mencapai kinerja superior. Kompetensi juga merupakan pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan, serta kemampuan yang dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan non-rutin.

Mendiknas melalui Surat Keputusan No. 045/U/2002 menyatakan bahwa kompetensi merupakan seperangkat tindakan cerdas penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas dibidang pekerjaan tertentu. Lebih lanjut dinyatakan bahwa elemen-elemen kompetensi meliputi:

1. Landasan kepribadian
2. Penguasaan ilmu dan keterampilan
3. Kemampuan berkarya
4. Sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai
5. Pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya

Menurut Johnson (Usman, 1997), kompetensi merupakan kinerja (perfomance) yang rasional yang secara memuaskan memenuhi tujuan tertentu sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Sedangkan Ife (1995) menyatakan bahwa secara umum kompetensi dimaknai sama dengan keterampilan-keterampilan (skills) yang dimiliki oleh seseorang.

Mirabile (Kismiyati, 2004) mendefinisikan kompetensi sebagai pengetahuan dan keterampilan yang dituntut untuk melaksanakan dan/atau untuk menunjang pelaksanaan pekerjaan, yang merupakan dasar bagi penciptaan nilai dalam suatu organisasi. Menurut definisi ini, faktor-faktor kompetensi yang sangat penting bagi perseorangan maupun organisasi untuk mencapai keberhasilan, meliputi: pengetahuan teknis, pengkoordinasian pekerjaan, penyelesaian dan pemecahan masalah, komunikasi dan layanan, dan akuntabilitas.

Selanjutnya, Sedarmayanti (2003) mengemukakan beberapa pengertian kompetensi, yaitu:

1. Konsep luas, membuat kemampuan, mentrasfer keahlian dan kemampuan kepada situasi baru dalam wilayah kerja.
2. Kemampuan dan kemauan untuk melakukan pekerjaan.
3. Dimensi perilaku yang memengaruhi kinerja.
4. Karakteristik individu yang dapat dihitung dan diukur secara konsisten, dapat dibuktikan untuk membedakan secara nyata antara kinerja yang efektif dengan yang tidak efektif.
5. Kemampuan dasar dan kualitas kinerja yang diperlukan untuk mengerjakan pekerjaan dengan baik.
6. Bakat, sifat dan keahlian individu yang dapat dibuktikan, dapat dihubungkan dengan kinerja yang efektif dan baik sekali.

Sedarmayanti (2003) kemudian membagi kompetensi menjadi tiga macam sebagai berikut:


1. Kompetensi teknis, yaitu pengetahuan dan keahlian untuk mencapai hasil yang telah disepakati, kemampuan untuk memikirkan persoalan dan mencari alternatif baru.
2. Kompetensi konseptual, yaitu kemampuan melihat gambar besar (imajinatif), untuk menguji berbagai pengandaian, dan mengubah perspektif.
3. Kompetensi untuk hidup dalam ketergantungan, yaitu kemampuan yang diperlukan guna berinteraksi efektif dengan orang lain, termasuk kemampuan mendengar, berkomunikasi, mendapat alternatif lain, menciptakan kesepakatan menang-menang, dan beroperasi secara efektif dalam sistem.

Sedangkan Soesarsono (2002) menyatakan bahwa secara umum kompetensi di bagi menjadi tiga hal, yaitu:


1. Kompetensi personal yaitu kemampuan seseorang yang dihubungkan dengan kepribadian, sifat-sifat atau karakter yang dimilikinya.
2. Kompetensi sosial yaitu kemampuan seseorang dalam berkomunikasi, berinteraksi dan membangun hubungan dan jaringan dengan orang lain.
3. Kompetensi profesional yaitu seperangkat kemampuan khusus yang dimiliki seseorang dalam melaksanakan profesinya atau melaksanakan tugas tertentu.

Spencer dan Spencer (1993) menyatakan bahwa kompetensi merupakan karakteristik-karakteristik mendalam dan terukur pada diri seseorang yang menunjukan cara berperilaku atau berpikir dalam situasi dan tugas kerja tertentu yang bertahan dalam waktu lama pada diri orang tersebut. Karakteristik-karakteristik tersebut adalah:

1. Motif, yaitu segala hal yang secara konsisten diinginkan atau dipikirkan oleh seseorang yang mendorongnya untuk bertindak.
2. Sifat-sifat fisik, yaitu karakteristik fisik dan respons yang konsisten terhadap suatu situasi tertentu dan informasi
3. Konsep diri, yaitu sikap dan nilai serta pandangan seseorang terhadap identitas dan kepribadiannya sendiri.
4. Pengetahuan, kemampuan intelektual berupa segala informasi ang dimiliki oleh seseorang yang dapat dimanfaatkan dalam tugas/ pekerjaan tertentu.
5. Keterampilan, yaitu kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan fisik dan mental dengan baik.

Lebih lanjut Spencer dan Spencer (1993) membagi kompetensi menjadi dua, yaitu:

1. Kompetensi ambang batas (threshold competency)
Kompetensi minimal yang harus dimiliki oleh seseorang agar dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Dikatakan minimal karena sekedar terpenuhinya standard kerja minimal yang dipersyaratkan, tidak lebih, sehingga dapat melakukan pekerjaanya dengan baik.
2. Kompetensi yang membedakan (differentiating competency)
Kompetensi yang dapat membedakan apakah seseorang memiliki kinerja superior atau tidak. Dikatakan superior, apabila kinerja seseorang berada di atas rata-rata kebanyakan orang.

Pengkategorian kompetensi yang lebih fundamental dinyatakan oleh UNESCO (2005) bahwa terdapat empat kompetensi dasar yang perlu dimiliki oleh individu untuk menghadapi tantangan yang muncul di dalam hidupnya dan yang muncul didalam masyarakatnya. Empat kompetensi tersebut adalah:

1. Competency Learning tobe - Personal Competency
Kompetensi personal merupakan potensi individu yang terkait dengan konsep diri, yaitu cara bagaimana individu memandang dirinya sendiri. Kompetensi personal membuat setiap individu berbeda satu dengan lainnya. Dengan kompetensi personal, seseorang mampu untuk melakukan sesuatu yang berbeda dari individu lainnya.

2. Competency Learning to live together – Social/Relational Competency
Kompetensi yang memungkinkan individu membangun kemampuannya untuk berhubungan dengan orang lain (interpersonal competency) dan masyarakat lainnya (social competency).

3. Competency Learning to know – Cognitive Competency
Kompetensi dalam menggunakan, meningkatkan dan mendayagunakan kemampuan intelektual. Terdapat tiga instrumen untuk mengembangkan kompetensi ini yaitu belajar tentang cara belajar (learning how to learn), mengajar tentang cara mengajar (teaching how to teach), dan mengetahui tentang cara mengetahui (knowing how to know).

4. Competency Learning to do – Productive Competency
Kompetetensi yang terkait dengan upaya individu membangun dirinya menjadi individu yang produktif, kreatif, dan inovatif. Kompetensi produktif terekspresi dalam bentuk kemampuan mengarahkan (directing), mengelola (managing), koordinasi/kerjasama (coordinating), pengawasan dan evaluasi terhadap produksi sendiri (self-management), produksi kelompok sendiri (co-management), atau produksi kelompok lain (group management). Kompetensi ini dapat menciptakan ruang enterpreneur bagi individu.

Dari berbagai penjelasan di atas dapat ditarik sebuah benang merah bahwa kompetensi merupakan kombinasi dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan oleh individu untuk mampu melaksanakan tugas tertentu dengan baik, yang terekspresi dalam bentuk tindakan. Dengan demikian seseorang yang berkompeten adalah seseorang yang penuh percaya diri karena menguasai pengetahuan dalam bidangnya, memiliki keterampilan serta sikap positip dalam mengerjakan hal-hal yang terkait dengan bidang itu sesuai dengan tata nilai atau ketentuan yang dipersyaratkan. Dengan kata lain, kompetensi merupakan faktor mendasar yang perlu dimiliki seseorang, sehingga memimiliki kemampuan lebih dan membuatnya berbeda dengan seseorang yang mempunyai kemampuan rata-rata atau biasa saja

Sabtu, Juni 27, 2009

Sedikit Ulasan Tentang Peran Penyuluh Kehutanan

Kegiatan penyuluhan kehutanan merupakan salah satu ujung tombak pembangunan kehutanan di lapangan. Pada kegiatan tersebut, penyuluh kehutanan mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam membimbing, mendidik, dan mengajak masyarakat sekitar hutan agar mau dan mampu ikut terlibat di dalam pengelolaan hutan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Darusman (2002) yang menyatakan bahwa peranan kegiatan penyuluhan di bidang kehutanan menjadi semakin penting terkait dengan kebijakan kehutanan yang semakin mengutamakan peran serta masyarakat, dan bahkan memberi kesempatan kepada masyarakat (rakyat banyak) untuk menjadi pelaku ekonomi kehutanan. Menurut Van Den Ban dan Hawkins (1999) bahwa peranan agen penyuluhan adalah membantu petani membentuk pendapat yang sehat dan membuat keputusan efektif. Petani didorong untuk mengembangkan kebebasan yang luas di dalam pengambilan keputusan. Hal ini mengandung makna bahwa melalui kegiatan penyuluhan, masyarakat diajak, diarahkan, dibimbing, dan dididik agar secara sadar mau belajar secara terus-menerus sehingga mampu menganalisa kondisi dan potensi serta masalah-masalah yang dihadapinya, dan dapat mengelola potensi yang dimilikinya tersebut, baik potensi personal maupun sumberdaya alam, menjadi sebuah kekuatan aktif yang dapat digunakan dalam upaya-upaya memecahkan persoalan hidupnya serta mampu melakukan usaha-usaha produktif dengan prinsip swadaya dan kebersamaan, serta tetap peduli pada kelestarian wilayahnya. Dengan demikian, melalui kegiatan penyuluhan diharapkan akan dapat dikembangkan lebih jauh pola pikir masyarakat yang kritis dan sistematis.

Soekanto (2006) menegaskan bahwa peranan adalah pelaksanaan hak dan kewajiban seseorang terkait dengan kedudukannya di masyarakat. Dengan demikian, peranan merupakan fungsi, penyesuaian diri, dan suatu proses dari suatu kedudukan. Artinya bahwa peranan akan mengatur perilaku seseorang. Peranan menentukan apa yang diperbuat seseorang bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan masyarakat kepadanya. Lionberger dan Gwin (1982) menyatakan peranan merupakan bentuk pelaksanaan tanggung jawab terhadap pekerjaan atau tugas. Menurut Beebe dan Masterson (1989) peranan yang ditampilkan seseorang muncul sebagai akibat: (1) adanya harapan pribadi untuk menampilkan perilaku tertentu (self konsep), (2) adanya persepsi orang lain atau kelompok berkaitan dengan kedudukan orang tersebut, dan (3) interaksi yang terjadi dengan orang lain.

Lebih lanjut, Lioberger dan Gwin (1982) menyebutkan beberapa peran yang dapat ditampilkan oleh penyuluh, termasuk didalamnya penyuluh kehutanan adalah: pendengar yang baik, motivator, fasilitator proses, penghubung, pengembang kemampuan, pengajar keterampilan, pembantu pekerjaan, administrator program, pembantu kelompok, penjaga pagar, promotor, pemimpin lokal, konselor, pelindung, dan pembangun kelembagaan. Pendapat lain dinyatakan oleh Ife (1995) bahwa terdapat empat peranan dari pekerja pengembangan masyarakat, yang juga dapat menjadi peran dari penyuluh kehutanan, yaitu: fasilitator, pendidik/educator, representative, dan teknikal. Sedangkan menurut Adi (2003) peranan pekerja pengembangan masyarakat meliputi: pemercepat perubahan, perantara, pendidik, tenaga ahli, perencana sosial, advokat, dan aktivis.

Kamis, Juni 11, 2009

ILMU FILSAFAT DAN FILSAFAT PENDIDIKAN DAN PENYULUHAN

Filsafat berasal dari bahasa Yunani “Philosopia”. Philein artinya “cinta” dan “sophia” artinya “kebijaksanaan”. Dengan demikian philosopia atau filsafat berarti cinta pada kebijaksanaan. Cinta artinya hasrat yang kuat atau yang bersungguh-sungguh, sedangkan kebijaksanaan dapat diartikan sebagai kebenaran sejati atau kebenaran yang sesungguhnya. Hal ini berarti orang yang berfilsafat adalah orang yang memiliki keinginan untuk mengetahui kebenaran yang sesungguhnya. Filsafat akan dijadikan pegangan atau pedoman untuk mencari kebenaran. Dengan kata lain, filsafat adalah pandangan hidup dan landasan pemikiran yang bersumber pada kebijakan moral yang digunakan untuk mengetahui, mempelajari, dan menganalisis sesuatu fenomena alam maupun sosial untuk memperoleh jawaban yang benar atas fenomena tersebut untuk kemudian diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Setiap masyarakat, bangsa, dan negara memiliki filsafatnya sendiri-sendiri yang mempengaruhi gerak kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Namun demikian filsafat saja tidak cukup untuk memecahkan berbagai masalah yang ada dalam masyarakat, bangsa, dan negara, misalnya masalah pendidikan. Maka muncullah filsafat pendidikan dan penyuluhan sebagai komplemen dari ilmu filsafat. Filsafat pendidikan dan penyuluhan merupakan ilmu filsafat yang diterapkan dalam bidang pendidikan dan penyuluhan, dengan maksud untuk memecahkan masalah-masalah di bidang pendidikan dan penyuluhan. Perlunya filsafat diterapkan di bidang pendidikan dan penyuluhan yang kemudian dikenal sebagai filsafat pendidikan dan penyuluhan, karena dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan dan penyuluhan diperlukan landasan pemikiran yang mendalam dan menyeluruh sehingga dapat dihasilkan jawaban yang sungguh-sungguh benar. Dengan demikian hubungan antara filsafat dengan filsafat pendidikan dan penyuluhan adalah filsafat yang dianut suatu bangsa akan mewarnai filsafat pendidikan dan penyuluhan dari masyarakat, bangsa, dan negara tersebut.

Filsafat pendidikan di Indonesia dengan demikian harus dilandasi oleh filsafat bangsa Indonesia yang berisi dengan nilai-nilai dan kebijaksanaan moral yang tinggi. Nilai-nilai psikologis dan sosial bangsa harus mewarnai dunia pendidikan kita, misalnya nilai-nilai moral bagaimana bersikap santun terhadap sesama. Walaupun demikian tidak semua nilai-nilai filsafat bangsa harus masuk ke dalam filsafat pendidikan. Kita harus tetap memilih dan memilah disesuaikan dengan kebutuhan dasar pendidikan. Misalnya nilai gotong royong jangan disalahartikan dengan bekerja sama untuk hal-hal yang negatip. Kebutuhan dasar pendidikan adalah bagaimana mengaktualisasikan potensi peserta didik baik potensi fisik, karsa, karya, dan cipta untuk dapat diterapkan dalam kehidupannya. Potensi ini perlu diarahkan, dibangkitkan, dikembangkan menjadi sebuah tenaga yang dapat memandirikan peserta didik. Bagaimana seorang pengajar dapat menjadi teladan, sehingga memotivasi peserta didik untuk bergerak maju merupakan hal yang penting. Begitu pula bagaimana seorang pengajar membimbing peserta didik, dan juga bagaimana pengajar mendorong peserta didik harus mewarnai filsafat pendidikan kita. Hal ini sejalan dengan filsafat yang diajukan oleh Ki Hadjar Dewantar yaitu: In Ngarso Sung Tulodo (yang di depan harus bisa menjadi teladan), Ing Madyo Mangun Karso (yang di tengah harus membangunkan kemauan), Tut Wuri Handayani (yang di belakang harus bisa mendorong/ menyemangati).

Masih banyak nilai-nilai lainnya seperti: menghargai individu, membangun kebersamaan, yang dapat dijadikan nilai-nilai dalam filsafat pendidikan kita sehingga dapat memampukan dan memberdayakan peserta didik menjadi manusia yang berkualitas yang pada akhirnya dapat bermuara pada terciptanya daya saing yang lebih baik.