Filsafat berasal dari bahasa Yunani “Philosopia”. Philein artinya “cinta” dan “sophia” artinya “kebijaksanaan”. Dengan demikian philosopia atau filsafat berarti cinta pada kebijaksanaan. Cinta artinya hasrat yang kuat atau yang bersungguh-sungguh, sedangkan kebijaksanaan dapat diartikan sebagai kebenaran sejati atau kebenaran yang sesungguhnya. Hal ini berarti orang yang berfilsafat adalah orang yang memiliki keinginan untuk mengetahui kebenaran yang sesungguhnya. Filsafat akan dijadikan pegangan atau pedoman untuk mencari kebenaran. Dengan kata lain, filsafat adalah pandangan hidup dan landasan pemikiran yang bersumber pada kebijakan moral yang digunakan untuk mengetahui, mempelajari, dan menganalisis sesuatu fenomena alam maupun sosial untuk memperoleh jawaban yang benar atas fenomena tersebut untuk kemudian diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Setiap masyarakat, bangsa, dan negara memiliki filsafatnya sendiri-sendiri yang mempengaruhi gerak kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Namun demikian filsafat saja tidak cukup untuk memecahkan berbagai masalah yang ada dalam masyarakat, bangsa, dan negara, misalnya masalah pendidikan. Maka muncullah filsafat pendidikan dan penyuluhan sebagai komplemen dari ilmu filsafat. Filsafat pendidikan dan penyuluhan merupakan ilmu filsafat yang diterapkan dalam bidang pendidikan dan penyuluhan, dengan maksud untuk memecahkan masalah-masalah di bidang pendidikan dan penyuluhan. Perlunya filsafat diterapkan di bidang pendidikan dan penyuluhan yang kemudian dikenal sebagai filsafat pendidikan dan penyuluhan, karena dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan dan penyuluhan diperlukan landasan pemikiran yang mendalam dan menyeluruh sehingga dapat dihasilkan jawaban yang sungguh-sungguh benar. Dengan demikian hubungan antara filsafat dengan filsafat pendidikan dan penyuluhan adalah filsafat yang dianut suatu bangsa akan mewarnai filsafat pendidikan dan penyuluhan dari masyarakat, bangsa, dan negara tersebut.
Filsafat pendidikan di Indonesia dengan demikian harus dilandasi oleh filsafat bangsa Indonesia yang berisi dengan nilai-nilai dan kebijaksanaan moral yang tinggi. Nilai-nilai psikologis dan sosial bangsa harus mewarnai dunia pendidikan kita, misalnya nilai-nilai moral bagaimana bersikap santun terhadap sesama. Walaupun demikian tidak semua nilai-nilai filsafat bangsa harus masuk ke dalam filsafat pendidikan. Kita harus tetap memilih dan memilah disesuaikan dengan kebutuhan dasar pendidikan. Misalnya nilai gotong royong jangan disalahartikan dengan bekerja sama untuk hal-hal yang negatip. Kebutuhan dasar pendidikan adalah bagaimana mengaktualisasikan potensi peserta didik baik potensi fisik, karsa, karya, dan cipta untuk dapat diterapkan dalam kehidupannya. Potensi ini perlu diarahkan, dibangkitkan, dikembangkan menjadi sebuah tenaga yang dapat memandirikan peserta didik. Bagaimana seorang pengajar dapat menjadi teladan, sehingga memotivasi peserta didik untuk bergerak maju merupakan hal yang penting. Begitu pula bagaimana seorang pengajar membimbing peserta didik, dan juga bagaimana pengajar mendorong peserta didik harus mewarnai filsafat pendidikan kita. Hal ini sejalan dengan filsafat yang diajukan oleh Ki Hadjar Dewantar yaitu: In Ngarso Sung Tulodo (yang di depan harus bisa menjadi teladan), Ing Madyo Mangun Karso (yang di tengah harus membangunkan kemauan), Tut Wuri Handayani (yang di belakang harus bisa mendorong/ menyemangati).
Masih banyak nilai-nilai lainnya seperti: menghargai individu, membangun kebersamaan, yang dapat dijadikan nilai-nilai dalam filsafat pendidikan kita sehingga dapat memampukan dan memberdayakan peserta didik menjadi manusia yang berkualitas yang pada akhirnya dapat bermuara pada terciptanya daya saing yang lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar