Selasa, Februari 10, 2009

Fenomena Datang, Duduk, Diam dalam Sebuah Rapat

Pada sebuah pertemuan atau rapat dalam lingkup suatu organisasi, yang biasanya dipimpin oleh pimpinan organisasi, sering terjadi fenomena di mana peserta rapat datang, duduk, diam. Peserta rapat datang, kemudian duduk manis mendengarkan dan melihat apa yang berlangsung dalam proses rapat, namun diam seribu basa, tidak ada komentar. Kalau kita mau jujur kadangkala kondisi seperti ini terjadi juga pada diri kita.

Terhadap fenomena tersebut, ada yang berpendapat bahwa peserta tersebut tidak kritis, ada yang mengatakan peserta tersebut tidak punya keberanian mengutarakan pendapatnya, ada yang mengatakan peserta tersebut datang sekedar memenuhi undangan rapat atau memenuhi kewajiban datang, dan lain sebagainya.

Semua pendapat tersebut mungkin benar, dan mungkin juga salah ??!!….... Banyak hal yang dapat menjelaskan mengapa fenomena tersebut terjadi, di antaranya adalah:

  • Peserta yang hadir tersebut memang tidak memahami dan menguasai atau tidak kompeten terhadap substansi dari agenda rapat, sehingga ia memposisikan dirinya hanya sebagai pengamat dan pendengar yang baik, daripada ia memberikan komentar yang tidak tepat. Namun dengan kesadarannya ia berusaha mempelajari dan mencermati setiap aktivitas dalam proses rapat tersebut agar ia dapat menangkap intisari sehingga pada akhirnya ia mampu memahami susbtansi dari rapat tersebut.
  • Peserta yang hadir tersebut memiliki kendala psikologis sehingga kurang memiliki raya percaya diri dalam mengungkapkan atau menyampaikan gagasan dalam forum formal (rapat), walaupun dalam berbagai situasi informal ia mampu mengungkapkan gagasannya dengan baik dan cemerlang. Peserta rapat seperti ini sebenarnya memiliki keinginan untuk berkontribusi, namun merasa khawatir tidak mampu menyampaikan gagasannya dengan baik, khawatir ditertawakan atau dipandang remeh oleh peserta lainnya apabila salah berbicara.
  • Peserta yang hadir tersebut memang orang tidak memiliki kemampuan dan juga tidak memiliki kemauan untuk terlibat aktif dalam proses komunikasi dalam rapat. Mereka ini datang, duduk, diam, dan diamnya bukan diam mendengarkan atau menyimak jalannya reapat namun pikirannya pergi entah kemana, bahkan terkadang di antara para peserta kategori ini sibuk sendiri, bercakap-cakap/ngobrol di antara mereka, tidak menghiraukan jalannya rapat, atau seolah-olah mendengarkan namun sebenarnya tertidur.
  • Peserta yang hadir tersebut adalah peserta yang memang memiliki kemampuan tetapi “kapok” mengungkapkan pendapatnya. Peserta ini memiliki pengalaman yang tidak memuaskan ketika mengikuti pertemuan-pertemuan sebelumnya, di mana ia banyak berpendapat namun pendapatnya tidak didengarkan, padahal pendapatnya tersebut baik dan bermanfaat. Sehingga, pada akhirnya, ia malas terlibat lebih jauh pada jalannya rapat. Menurutnya percuma saja pada saat ini saya berpendapat toh hasilnya tidak didengarkan. Biasanya hal ini terjadi karena adanya kecenderungan dominasi pimpinan organisasi (otoriter/semi otoriter) sehingga pelaksanaan rapat sekedar bersifat mendengarkan keputusan yang sebenarnya telah dibuat oleh pimpinan (keputusan sepihak). Dengan demikian pertemuan hanyalah sekedar minta pendapat, tanpa peserta bisa merubah keputusan tersebut (tokenism). Respon atas usul dari peserta yang tidak sejalan dengan keputusan yang sudah ditetapkan akan ditolak oleh pimpinan. Ide pimpinan yang sudah dikemukakan sulit untuk dirubah.

Pertanyaannya adalah: Kita termasuk dalam kategori yang mana apabila kondisi tersebut menimpa kita ?.

Pemimpin rapat yang sukses adalah pimpinan yang mampu mendayagunakan, menggerakkan, membimbing dan mengarahkan sehingga peserta rapat dengan sukarela tanpa tekanan dapat memberikan kontribusi pemikiran yang konstruktif, inovatif, dan produktifl. Hal tersebut hanya dapat terjadi apabila pimpinan mampu menciptakan lingkungan komunikasi yang kondusif yang dapat membuat para peserta merasa termotivasi dan berani untuk mengemukakan pendapatnya.

Tidak ada komentar: