Sabtu, Mei 25, 2013

KOMUNIKASI EFEKTIF



Secara dasariah komunikasi dikatakan berlangsung efektif apabila terjadi kesamaan makna dalam pesan antara komunikator dan sasaran komunikasinya. Artinya proses penyandian oleh komunikator harus beririsan (intersection) dengan proses pengawasandian oleh sasaran komunikasi. Menurut Schramm (1972) semakin tumpang tindih pengalaman dan kerangka rujukan (field and frame of references) komunikator dengan pengalaman dan kerangka rujukan sasaran komunikasi, akan semakin efektif pesan yang dikomunikasikan. Komunikator akan dapat menyandi dan sasaran komunikasi akan dapat mengawasandi hanya dalam istilah-istilah sesuai dengan pengalaman dan kerangka rujukan yang dimiliki masing-masing. Namun demikian kefektifan komunikasi bukan hanya dilihat dari kesamaan makna yang diperoleh masing-masing orang yang terlibat dalam komunikasi tersebut tetapi sebenarnya dilihat dari tujuan yang hendak dicapai dalam proses komunkasi tersebut, apakah untuk perubahan sikap, perubahan pendapat, perubahan prilaku, perubahan emosional ataupun perubahan sosial.
Oleh karena itu, komunikasi yang efektif mengadung pengiriman dan penerimaan pesan yang paling cermat, pengertian pesan yang mendalam oleh kedua belah pihak dan pengambilan tindakan yang tepat terhadap penyelesaian pertukaran informasi. Komunikasi yang efektif berarti bahwa maksud dan tujuan yang terkandung dalam komunikasi disampaikan dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat dimengerti sepenuhnya oleh penerima; artinya harus ada ketepatan pikiran oleh kedua belah pihak yang berunjung pada tercapainya maksud dan tujuan komunikasi tersebut.
Dengan demikian dalam konteks penyuluhan terkait dengan pemberdayaan masyarakat, komunikasi dikatakan efektif apabila makna pesan yang disampaikan oleh penyuluh dimaknai relatif sama dengan apa yang diterima oleh masyarakat sehingga berujung pada terjadinya tindakan dari masyarakat sesuai dengan yang dikehendaki oleh penyuluh.
 

5 Hukum Komunikasi Yang Efektif
Hukum Komunikasi Yang Efektif terangkum dalam satu kata yang mencerminkan esensi dari komunikasi itu sendiri yaitu REACH, yang berarti merengkuh atau meraih. Karena sesungguhnya komunikasi itu pada dasarnya adalah upaya bagaimana kita meraih perhatian, cinta kasih, minat, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun respon positif dari orang lain.
Hukum # 1: Respect
Hukum pertama dalam mengembangkan komunikasi yang efektif adalah sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan. Rasa hormat dan saling menghargai merupakan hukum yang pertama dalam berkomunikasi dengan orang lain. Ingatlah bahwa pada prinsipnya manusia ingin dihargai dan dianggap penting, bahkan dalam memberikan kritik, menegur atau memarahi seseorang, lakukan dengan penuh respek terhadap harga diri dan kebanggaaan orang tersebut. Membangun komunikasi dengan rasa dan sikap saling menghargai dan menghormati, maka akan dapat dibangun kerjasama yang menghasilkan sinergi yang akan meningkatkan efektifitas kinerja baik sebagai individu maupun secara keseluruhan sebagai sebuah tim.
Hukum # 2: Empathy
Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain.
Rasa empati akan memampukan seseorang  untuk dapat menyampaikan pesan dengan cara dan sikap yang akan memudahkan orang lain menerimanya. Oleh karena itu, dalam kegiatan penyuluhan memahami perilaku kelayan (sasaran suluh) merupakan keharusan. Dengan memahami perilaku sasarn suluh, maka penyuluh dapat empati dengan apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, minat, harapan sasaran suluh. Demikian halnya dengan bentuk komunikasi lainnya, misalnya komunikasi dalam membangun kerjasama tim, perlu saling memahami dan mengerti keberadaan orang lain dalam tim. Rasa empati akan menimbulkan respek atau penghargaan, dan rasa respek akan membangun kepercayaan yang merupakan unsur utama dalam membangun teamwork.
Jadi sebelum membangun komunikasi atau mengirimkan pesan,  perlu dimengerti dan dipahami dengan empati calon penerima pesan. Sehingga nantinya pesan akan dapat tersampaikan tanpa ada halangan psikologis atau penolakan dari penerima.
Empati bisa juga berarti kemampuan untuk mendengar dan bersikap perseptif atau siap menerima masukan ataupun umpan balik apapun dengan sikap yang positif. Banyak sekali orang yang tidak mau mendengarkan saran, masukan apalagi kritik dari orang lain. Padahal esensi dari komunikasi adalah aliran dua arah. Komunikasi satu arah tidak akan efektif manakala tidak ada umpan balik (feedback) yang merupakan arus balik dari penerima pesan.
Hukum # 3: Audible
Makna dari audible antara lain: dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Jika empati berarti harus mendengar terlebih dahulu ataupun mampu menerima umpan balik dengan baik, maka audible berarti pesan yang disampaikan harus dapat diterima atau ditangkap oleh penerima pesan. Hukum ini mengatakan bahwa pesan harus disampaikan melalui media atau delivery channel sedemikian hingga dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Hukum ini mengacu pada kemampuan untuk menggunakan berbagai media maupun perlengkapan atau alat bantu audio visual yang akan membantu agar pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik. Dalam komunikasi personal hal ini tidak hanya berarti bahwa pesan yang disampaikan harus dapat didengar tetapi juga harus dilakukan dengan cara atau sikap yang dapat diterima oleh penerima pesan.
Hukum # 4: Clarity
Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka hukum keempat yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan, karena kesalahan penafsiran atau pesan yang dapat menimbulkan berbagai penafsiran akan menimbulkan dampak yang tidak sederhana.
Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan transparansi. Dalam berkomunikasi perlu dikembangkan sikap terbuka (tidak ada yang ditutupi atau disembunyikan), sehingga dapat menimbulkan rasa percaya (trust) dari penerima pesan atau anggota tima. Tanpa adanya keterbukaan akan timbul sikap saling curiga dan pada gilirannya akan menurunkan semangat dan antusiasme kelompok atau tim.
Hukum # 5: Humble
Hukum kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap rendah, antara lain meliputi:  sikap yang penuh melayani (dalam bahasa manajemen mutu terpadu: Customer First Attitude), sikap menghargai, mau mendengar dan menerima kritik, tidak sombong dan memandang rendah orang lain, berani mengakui kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut dan penuh pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan yang lebih besar.