Selasa, Desember 18, 2007

Apakah Kita Termasuk Penderita AIDS?

(Sebuah Renungan)

Transparan... tranparan ….demi rakyat…. sesuai semangat reformasi ......... akuntabilitas publik ........ basmi KKN ...... bersihkan diri dari virus KKN.

Semua kata-kata tersebut, sejak jatuhnya rezim orde baru atau sejak lahirnya orde reformasi, acapkali marak terdengar dan didengung-dengungkan di setiap kesempatan oleh hampir semua pihak. Kata-kata ini menjadi the power or great words untuk mendorong dan membawa bangsa dan negara Indonesia pada perubahan ke arah yang lebih baik. Kata-kata ini menjadi sesuatu yang indah untuk didengar karena membawa harapan baru bagi masa depan bagsa dan negara Indonesia.

Harapan baru, harapan yang menjadi keinginan hampir semua orang di Indonesia. Keinginan tersebut ada yang benar-benar muncul dari hati nurani, namun ada pula yang sekedar ikut-ikutan, sekedar agar tidak dikatakan sebagai orang yang tidak reformis. Mereka yang sebelum reformasi bergulir melakukan praktek-praktek yang kontradiktif bahkan alergi dengan kata-kata tersebut, sekarang ikut-ikutan menyuarakannya dengan lantang. Apakah mereka benar-benar sadar dan ingin berubah, ataukah sekedar kamuflase agar disebut reformis disebabkan pada saat ini mereka belum berpeluang lagi untuk berpraktek kembali seperti dulu?. Hanya merekalah (dan tentu saja Tuhan) yang tahu jawabannya.

Patut disayangkan bahwa, pada saat ini kata-kata indah tersebut masih menjadi lip service pada sebagian orang, khususnya bagi mereka yang menjadi pelayan publik dan/atau berada di jalur birokrasi. Masih terdapat oknum-oknum di birokrasi yang secara latent mempertahankan status quo dengan tetap menjalankan praktek-praktek pragmatis yang tidak beretika; tidak tranparan..... masih terlibat praktek-pratek KKN, ditambah lagi dengan aktivitas pelayanan yang buruk terhadap masyarakat. Mereka menjadi orang-orang yang munafik, menjalankan sifat dan sikap ambivalen (standar moral ganda), lain dimulut lain pula yang dilakukan. Rajin menyampaikan atau menyerukan kebaikan bahkan berprilaku ”seolah-olah” alim dan bijaksana, tetapi dilain pihak hati mereka telah dibutakan oleh interpretasi perjuangan hidup yang materialistis. Bila hal ini terus berlanjut, apakah harapan baru yang diinginkan oleh hampir seluruh rakyat Indonesia dapat terwujud?

Penyakit AIDS (Asal Itu Duit Sikat) telah menjangkiti dan mengerogoti mereka. Layaknya penyakit AIDS yang sesungguhnya, penyakit AIDS ini telah menyebabkan imunnity system yang terdiri dari norma, nilai dan etika/moralitas dimiliki mereka menjadi lemah. Tanpa melihat apakah hal tersebut merugikan orang lain, asalkan itu duit sikaaaaaat... yang terpenting adalah diri saya, orang lain atau rakyat bukan urusan saya, kalaupun urusan saya maka hal tersebut bukanlah merupakan prioritas. Banyak sudah kita mendengar, melihat dan menyimak dari media massa bahwa, beberapa oknum birokrat yang terindikasi terjangkit penyakit AIDS tersebut, bahkan sebagian dari mereka sudah terbukti positip terjangkit sehingga secara paksa harus ”diisolasi atau dikarantina” di ”rumah sakit” hotel prodeo. Pertanyaannya sekarang adalah, apakah kita juga telah terjangkit penyakit AIDS tersebut? Apakah kita berusaha menghindari penyakit AIDS tersebut? Dan/atau, apakah kita berniat menyembuhkan penyakit AIDS tersebut apabila telah terjangkit, agar tidak diisolasi atau dikarantina di rumah sakit hotel prodeo?

PERLINDUNGAN DIRI DARI PENYAKIT AIDS
Agar tidak terserang penyakit, diperlukan pola hidup yang sehat. Pola hidup yang sehat adalah pola hidup yang mengedepankan kebersihan, sering berolah raga, dan selalu waspada terhadap timbulnya gejala atau sindrome dari sebuah penyakit. Demikian pula, agar tidak terserang penyakit AIDS (Asal Itu Duit Sikat), maka diperlukan kesehatan jiwa, dengan mengedepankan kebersihan hati, dan terus berolah batin (kontemplasi) agar mampu mengenali siapa dirinya dan menguasai jati dirinya, sehingga tidak akan rakus terhadap jabatan, tidak pongah terhadap harta rakyat, tidak suka mengeksploitasi sumber daya alam dan manusia untuk kepentingan diri dan golongannya.

Sebagaimana layaknya cara melindungi diri agar tidak terjangkit AIDS yang sesungguhnya, maka dalam berhubungan atau pergaulan kita sehari-hari, kita memerlukan alat pelindung atau pengaman, yaitu KONDOM. KONDOM yang dimaksudkan di sini merupakan akronim yang penulis susun dari kata-kata dalam bahasa Inggris, yang dapat menjadi instrument ampuh agar tidak terjangkit penyakit AIDS (Asal Itu Duit Sikat), yaitu:

KNEEL; berlutut, atau bersujud/beribadah. Segala kegiatan yang dilakukan merupakan refleksi sujud kita kepada Sang Khalik, artinya harus diniatkan sebagai ibadah. Dengan selalu bersujud pikiran menjadi jernih. Dengan bersujud hati menjadi tenang, karena selalu menyandarkan diri kepada Sang Khalik, sehingga tidak larut ke dalam kesesatan-kesesatan berpikir dan tidak terwarnai oleh pemikiran kotor dari nafsu yang rendah. Instrumen KNEEL ini akan menghasilkan instrumen-instrumen berikutnya.

OBEDIENCE; ketaatan atau kepatuhan. Kepatuhan di sini bukanlah kepatuhan yang negatip atau kepatuhan dalam rangka memuluskan perilaku KKN, namun merupakan kepatuhan yang selalu menjunjung tinggi dan memegang teguh norma moral dan etika birokrasi serta agama, menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran dalam berpikir, bertindak, maupun berbicara ketika sedang menjalankan tugas dan di aktivitas keseharian. Apa yang dikerjakan haruslah sesuai dengan aturan, tidak menyimpang dari norma dan etika yang berlaku di masyarakat, dan yang terutama tidak menyimpang dari agama. Kesadaran akan nilai-nilai ini akan menolong dan mengarahkan seseorang untuk berbuat jujur terhadap dirinya dan terhadap masyarakat.

NATURALLNESS; kesederhanaan. Mengedepankan kederhanaan merupakan salah satu instrument ampuh untuk mencegah terjangkitnya penyakit AIDS. Dengan kesederhanaan, manusia tidak akan melakukan perbuatan yang ”neko-neko”. Mereka akan puas dengan hasil yang mereka dapatkan asalkan halal dan tidak merugikan orang lain. Kederhanaan bukan berarti pasrah, namun kesederhanaan merupakan sebuah motivasi untuk membawa manusia lebih giat bekerja, sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya, dan menerima kompensasi sesuai dengan kapasitasnya tersebut.

DEMOCRACY; demokrasi. Segala sesuatu kebijakan atau keputusan demi kepentingan orang banyak harus dilakukan secara demokrasi dan tranparan. Berikan kesempatan kepada orang lain untuk berbicara dan mengemukakan pendapatnya, artinya pengambilan keputusan tidak dilakukan secara sepihak, namun perlu adanya berbagai masukan. sehingga, alternatif pemecahan masalah yang akan diperoleh akan lebih baik, karena akan memungkinkan munculnya beberapa pengalaman dan ide yang beraneka ragam, serta latar belakang peninjauan masalah dari berbagai sudut pandang yang berbeda-beda. Selain itu, akan tercipta social control terhadap keputusan yang akan dan/atau telah ditetapkan sehingga tidak terjadi keputusan yang merugikan orang banyak/rakyat.

OUTSPEAKING; berbicara apa adanya, terus terang atau tegas. Apabila sifat ini dapat diaplikasikan ke dalam kehidupan bermasyarakat dan berorganisasi, maka segala aktivitas yang cenderung negatif dapat terkontrol. Karena setiap individu akan berusaha untuk saling mengingatkan dan menyerukan pada kebaikan, serta mau dan mampu mengatakan bahwa yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah. Komunikasi yang baik akan selalu dibangun dalam rangka menyeru pada kebaikan. Keramahtamahan, tidak memandang rendah orang lain dan selalu berupaya menghargai orang lain akan di kedepankan, dengan tujuan persuasi, agar orang lain dapat diajak kearah kebaikan. Penguasaan akan keterampilan berkomunikasi sangat penting, agar orang yang diajak atau diseru dapat menerima dan merespons dengan senang hati, serta lapang dada.

MERIT; berguna, baik dan bermanfaat. Cakap dalam bidang sosial, artinya suka menolong orang lain, suka beramal dan berbuat baik, senang kalau orang lain maju, peramah, dan kuat pendiriannya serta karismatis. Penggunaan instrument MERIT ini menimbulkan keinginan agar selalu peduli dan mengedepankan kepentingan orang banyak. Orang yang yang memakai instrument ini akan selalu berusaha agar ia bisa bermanfaat dan berguna bagi orang banyak. Kemaslahatan manusia.menjadi orientasi kegiatannya.

PENUTUP
Ulasan di atas adalah sekedar sentilan bagi kita semua, terutama penulis, agar dapat menjadi manusia yang selalu mengedepankan kemaslahatan orang banyak, serta selalu mau dan mampu mengintropeksi dan mengdiagnosis diri dalam beraktivitas. Dengan pola sebagaimana yang telah diulas di atas diharapkan bisa memunculkan perubahan diri ke arah yang lebih baik.

Tidak ada komentar: